Rabu, 13 Februari 2013

Biji di dalam Pohon, Pohon di dalam Biji


Pemahaman Akhlak
Dulu mana biji dan pohon..? apa dulu biji lalu jadi pohon, atau sebaliknya dulu pohon lalu tumbuh biji..? kita tidak tahu asal usulnya yang jelas ini sebuah kehidupan yang alami. Dikatakan alami karena keduanya saling mendukung untuk hidup. Yang jelas  manusia tidak tahu asal usulnya dulu biji lalu jadi pohon, atau dulu pohon lalu jadi biji. Inilah sebuah kiasan atau sanepan bagi orang-orang yang haus akan hakekat pengertian keadaan hidup antara hamba dan tuhan, atau sebaliknya tuhan dan hamba.



Kalau kita menanam biji tentu asal usulnya biji itu dari buah lalu di tanam menjadi pohon tumbuh dan berkembang, sedangkan buah berasal dari pohon yang berbuah yang mana pohon itu sudah waktunya berbuah karena umurnya sudah waktunya untuk berbuah. Kita dibuat bingung atas kiasan ini sebab kalau diurut dari bawah tentu biji yang di tanam lalu biji itu dari mana kalau bukan dari pohon..? atau sebaliknya pohon itu dari mana kalau bukan dari biji..?

Penulis bukan bermaksud bertele-tele menulis sanepan ini, penulis juga tidak tahu asal-usul sanepan ini yaitu antara biji dan pohon duluan mana..?, yang jelas kalau dinalar sudah ada biji juga sudah ada pohon dalam kenyataan sekarang. Jadi antara biji, dan pohon merupakan satu – kesatuan yang tak terpisahkan. Sesekali manusia akan menjadi biji, sesekali itu juga manusia akan menjadi pohon. Bilamana manusia menjadi biji yaitu biji yang bagus, maka akan tumbuh pohon yang berakar kuat, dan bilamana manusia menjadi pohon maka akan tumbuh buah dan berbiji bagus, karena bibit dari biji induknya sudah bagus. Nah sudah agak terbuka maksud sanepan tersebut tetapi masih dalam taraf pengertian biji dan pohon. Ketika manusia menjadi biji jadilah biji yang bagus maksudnya perilaku dan tingkah lakunya diperbagus. Tingkah laku yang diperbagus adalah tingkah laku menurut sifat-sifat-Nya. Apabila bibit bijinya sudah tidak bagus tentu ini bukan dari sifat-Nya, maka bila biji ini tumbuh akarnyapun tidak sesubur bibit biji yang bagus yang pada akhirnya akar ini tidak berkembang dan pada akhirnya pohon itu tidak sampai dewasa sudah mati karena bijinya membusuk salahkah pohon sebagai tanaman karena tidak berkembang..? tentu saja bukan pohonnya yang disalahkan semua ini dari bijinya. Perlu diingat biji ini bisa bagus dan tidak tergantung dari lingkungannya (kumpulono wong kang soleh/berilmu rohani) juga seperti pemberian pupuk organik (ilmu) didalam tanah. Istiqomah memberi air (ibadah kepada Allah) agar tidak kekeringan tersengat panasnya matahari, ranting-ranting harus bebas bergerak (sifat-sifat yang bagus harus dikembangkan dan harus bebas jangan terpenjara/jiwa atau hati dan pikiran tidak terkekang dunia)  tidak ada halangan tanaman lain disebelahnya (sesekali menyepi/uzlah). Cukup udara dan tersorot cahaya matahari (sekujur tubuh bercahaya dan beraura kerohanian). Nah pertumbuhan inilah yang kami maksud adalah alami, pertumbuhan bukan untuk pengesahan atau untuk mengejar sebuah ijasah yang bertitel, tetapi pertumbuhan (hidup) yang sudah menjadi kodrat-irodat-Nya bahwa kodratnya manusia itu adalah karena irodat Tuhan. Kalau sudah demikian sekarang timbul pertanyaan apakah seorang maling itu kodrat-Nya.?, apakah seorang koruptor itu kodrat-Nya, apakah pemerkosa, pembunuh, perampok dan sebangsanya itu kodrat-Nya..? jawabannya tentu saja bukan sama sekali itu perbuatan syethan terkutuk. Lebih jelasnya baca tulisan diatas lagi yang sudah kami gambarkan.

Jadi semua yang dilakukan adalah menjunjung pertumbuhan pohon hingga menjulang tinggi tumbuh subur dan berkembang serta berbuah menikmati hasilnya. Menjunjung pertumbuhan pohon berarti menumbuhkan sifat-sifat-Nya, membesarkan asma-Nya, dan juga kehendak-Nya dan sebagainya, setelah itu dinikmati buahnya atau hasilnya selamat dunia-akherat.

Hakekat Sanepan
Sanepan Biji didalam pohon atau pohon didalam biji judul aslinya berbahasa Jawa “wiji sajroning uwit, uwit sajroning wiji”. Tidak ada nalar yang dapat diterima akal sanepan ini mana ada biji didalam pohon atau pohon didalam biji kalau penulis menjelaskan sebelumnya diatas supaya penulis memberikan gambaran yang lebih mudah kepada pembaca yang belum jelas hakekat pohon dan hakekat cara menanamnya sedangkan pengertian “wiji sajroning uwit atau uwit sajroning wiji” ini adalah sebuah keanehan dan tidak rasional ya,..memang tidak rasional sebab sanepan ini tidak bisa ditangkap oleh akal pikiran manusia “hanya” saja sanepan ini bisa ditangkap oleh “mata batin” manusia. Itulah kenyataan ruh dan jasad. Ruh itu ruh suci Tuhan dan jasad itu sebagai tempat persembunyian ruh Tuhan. Bilamana jasad itu dapat bergerak dan beraktifitas dan bersifat itu karena ruh Tuhan dan bilamana ruh Tuhan itu berkehendak tetapi tidak ada jasad maka perwujudan-Nya tidaklah nampak. Ketika perwujudan itu nampak maka yang bergerak seakan jasad, bilamana jasad itu berwujud hakekatnya yang tersembunyi (Yang Maha Halus) yang bergerak. Kadang kita sebagaimana biasa yang dibatasi oleh akal pikiran ini tidak bisa menjangkau “ perwujudan dan persembunyian “ dari sanepan ini. Apabila itu bisa dirasakan maka manusia berperan sebagai hamba  apabila perwujudan itu tidak bisa dirasakan tetapi menampakan sifat-Nya maka manusia itu sebagai “wujud sifat Tuhan” ia sudah lupa sebagai hamba karena kehendak-Nya.

Inilah faham yang dianut oleh para wali, dan rasul-rasul-Nya. Faham peleburan Dzat kepada Dzat Yang Maha Suci sebuah perjalanan kesempurnaan spiritual rela berkorban atau beribadah membersihkan dzat-dzat yang kotor menjadikan Dzat Yang Suci Bersih atau menyatukan kepada Ruh Suci dalam bahasa Jawanya disebut “Jumbuhing Kawula-Gusti” atau “Manunggaling Kawula-Gusti”. Jadi judul sanepan yang dimaksud diatas tersebut adalah “Jumbuhing Kawula-Gusti” yaitu tersorotnya jasad oleh cahaya Ilahi, maka ketika sorot cahaya itu muncul (Jawa; manjing) kepada semua benda-benda hancurlah atau musnah tak tampak benda-benda itu karena sangat terangnya sorot itu, dan ketika dalam perwujudan-Nya cahaya itu akan nampak dalam sifat-sifat-Nya. Cahaya inilah yang disebut juga dengan “NURULLAH”. Nurullah ini bila menyatu kepada manusia akan menjadi sifat yang terpuji, Atau dalam bahasa arabnya sifat itu disebut “Insan Kamil” manusia sempurna yaitu manusia yang menampakan sifat-sifat Tuhan yang mana untuk mendapatkan buahnya harus melalui perjalan spiritual. Hal ini bisa kita lihat dalam perwujudan-Nya yaitu sifat para wali, rasul, dan nabi dengan ajarannya yang mengajak kebaikan agar selamat dunia – akhirat.

Di tulis oleh Ach. Slamet Hr.
Sumber; Buku “HIDAYAT JATI”
PonPes Baitul Yaqiin Trawas – Mojokerto – Jatim.
(maaf, buku tidak untuk diperjual belikan)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar