Pemahaman Akhlak
Dulu
mana biji dan pohon..? apa dulu biji lalu jadi pohon, atau sebaliknya dulu
pohon lalu tumbuh biji..? kita tidak tahu asal usulnya yang jelas ini sebuah
kehidupan yang alami. Dikatakan alami karena keduanya saling mendukung untuk
hidup. Yang jelas manusia tidak tahu
asal usulnya dulu biji lalu jadi pohon, atau dulu pohon lalu jadi biji. Inilah
sebuah kiasan atau sanepan bagi orang-orang yang haus akan hakekat pengertian
keadaan hidup antara hamba dan tuhan, atau sebaliknya tuhan dan hamba.
Kalau
kita menanam biji tentu asal usulnya biji itu dari buah lalu di tanam menjadi
pohon tumbuh dan berkembang, sedangkan buah berasal dari pohon yang berbuah
yang mana pohon itu sudah waktunya berbuah karena umurnya sudah waktunya untuk
berbuah. Kita dibuat bingung atas kiasan ini sebab kalau diurut dari bawah
tentu biji yang di tanam lalu biji itu dari mana kalau bukan dari pohon..? atau
sebaliknya pohon itu dari mana kalau bukan dari biji..?
Penulis
bukan bermaksud bertele-tele menulis sanepan ini, penulis juga tidak tahu
asal-usul sanepan ini yaitu antara biji dan pohon duluan mana..?, yang jelas
kalau dinalar sudah ada biji juga sudah ada pohon dalam kenyataan sekarang.
Jadi antara biji, dan pohon merupakan satu – kesatuan yang tak terpisahkan.
Sesekali manusia akan menjadi biji, sesekali itu juga manusia akan menjadi
pohon. Bilamana manusia menjadi biji yaitu biji yang bagus, maka akan tumbuh
pohon yang berakar kuat, dan bilamana manusia menjadi pohon maka akan tumbuh
buah dan berbiji bagus, karena bibit dari biji induknya sudah bagus. Nah sudah
agak terbuka maksud sanepan tersebut tetapi masih dalam taraf pengertian biji
dan pohon. Ketika manusia menjadi biji jadilah biji yang bagus maksudnya
perilaku dan tingkah lakunya diperbagus. Tingkah laku yang diperbagus adalah
tingkah laku menurut sifat-sifat-Nya. Apabila bibit bijinya sudah tidak bagus
tentu ini bukan dari sifat-Nya, maka bila biji ini tumbuh akarnyapun tidak
sesubur bibit biji yang bagus yang pada akhirnya akar ini tidak berkembang dan
pada akhirnya pohon itu tidak sampai dewasa sudah mati karena bijinya membusuk
salahkah pohon sebagai tanaman karena tidak berkembang..? tentu saja bukan
pohonnya yang disalahkan semua ini dari bijinya. Perlu diingat biji ini bisa
bagus dan tidak tergantung dari lingkungannya (kumpulono wong kang
soleh/berilmu rohani) juga seperti pemberian pupuk organik (ilmu) didalam
tanah. Istiqomah memberi air (ibadah kepada Allah) agar tidak kekeringan tersengat
panasnya matahari, ranting-ranting harus bebas bergerak (sifat-sifat yang bagus
harus dikembangkan dan harus bebas jangan terpenjara/jiwa atau hati dan pikiran
tidak terkekang dunia) tidak ada
halangan tanaman lain disebelahnya (sesekali menyepi/uzlah). Cukup udara dan
tersorot cahaya matahari (sekujur tubuh bercahaya dan beraura kerohanian). Nah
pertumbuhan inilah yang kami maksud adalah alami, pertumbuhan bukan untuk
pengesahan atau untuk mengejar sebuah ijasah yang bertitel, tetapi pertumbuhan
(hidup) yang sudah menjadi kodrat-irodat-Nya bahwa kodratnya manusia itu adalah
karena irodat Tuhan. Kalau sudah demikian sekarang timbul pertanyaan apakah
seorang maling itu kodrat-Nya.?, apakah seorang koruptor itu kodrat-Nya, apakah
pemerkosa, pembunuh, perampok dan sebangsanya itu kodrat-Nya..? jawabannya
tentu saja bukan sama sekali itu perbuatan syethan terkutuk. Lebih jelasnya
baca tulisan diatas lagi yang sudah kami gambarkan.
Jadi
semua yang dilakukan adalah menjunjung pertumbuhan pohon hingga menjulang
tinggi tumbuh subur dan berkembang serta berbuah menikmati hasilnya. Menjunjung
pertumbuhan pohon berarti menumbuhkan sifat-sifat-Nya, membesarkan asma-Nya,
dan juga kehendak-Nya dan sebagainya, setelah itu dinikmati buahnya atau
hasilnya selamat dunia-akherat.
Hakekat Sanepan
Sanepan
Biji didalam pohon atau pohon didalam biji judul aslinya berbahasa Jawa “wiji sajroning uwit, uwit sajroning wiji”.
Tidak ada nalar yang dapat diterima akal sanepan ini mana ada biji didalam
pohon atau pohon didalam biji kalau penulis menjelaskan sebelumnya diatas
supaya penulis memberikan gambaran yang lebih mudah kepada pembaca yang belum
jelas hakekat pohon dan hakekat cara menanamnya sedangkan pengertian “wiji sajroning uwit atau uwit sajroning wiji”
ini adalah sebuah keanehan dan tidak rasional ya,..memang tidak rasional sebab
sanepan ini tidak bisa ditangkap oleh akal pikiran manusia “hanya” saja sanepan
ini bisa ditangkap oleh “mata batin” manusia. Itulah kenyataan ruh dan jasad.
Ruh itu ruh suci Tuhan dan jasad itu sebagai tempat persembunyian ruh Tuhan.
Bilamana jasad itu dapat bergerak dan beraktifitas dan bersifat itu karena ruh
Tuhan dan bilamana ruh Tuhan itu berkehendak tetapi tidak ada jasad maka
perwujudan-Nya tidaklah nampak. Ketika perwujudan itu nampak maka yang bergerak
seakan jasad, bilamana jasad itu berwujud hakekatnya yang tersembunyi (Yang
Maha Halus) yang bergerak. Kadang kita sebagaimana biasa yang dibatasi oleh
akal pikiran ini tidak bisa menjangkau “ perwujudan dan persembunyian “ dari
sanepan ini. Apabila itu bisa dirasakan maka manusia berperan sebagai
hamba apabila perwujudan itu tidak bisa
dirasakan tetapi menampakan sifat-Nya maka manusia itu sebagai “wujud sifat
Tuhan” ia sudah lupa sebagai hamba karena kehendak-Nya.
Inilah
faham yang dianut oleh para wali, dan rasul-rasul-Nya. Faham peleburan Dzat kepada
Dzat Yang Maha Suci sebuah perjalanan kesempurnaan spiritual rela berkorban
atau beribadah membersihkan dzat-dzat yang kotor menjadikan Dzat Yang Suci
Bersih atau menyatukan kepada Ruh Suci dalam bahasa Jawanya disebut “Jumbuhing
Kawula-Gusti” atau “Manunggaling Kawula-Gusti”. Jadi judul sanepan yang dimaksud
diatas tersebut adalah “Jumbuhing Kawula-Gusti” yaitu tersorotnya jasad oleh
cahaya Ilahi, maka ketika sorot cahaya itu muncul (Jawa; manjing) kepada semua benda-benda hancurlah atau musnah tak tampak
benda-benda itu karena sangat terangnya sorot itu, dan ketika dalam
perwujudan-Nya cahaya itu akan nampak dalam sifat-sifat-Nya. Cahaya inilah yang
disebut juga dengan “NURULLAH”. Nurullah ini bila menyatu kepada manusia akan
menjadi sifat yang terpuji, Atau dalam bahasa arabnya sifat itu disebut “Insan
Kamil” manusia sempurna yaitu manusia yang menampakan sifat-sifat Tuhan yang
mana untuk mendapatkan buahnya harus melalui perjalan spiritual. Hal ini bisa
kita lihat dalam perwujudan-Nya yaitu sifat para wali, rasul, dan nabi dengan
ajarannya yang mengajak kebaikan agar selamat dunia – akhirat.
Di
tulis oleh Ach. Slamet Hr.
Sumber;
Buku “HIDAYAT JATI”
PonPes
Baitul Yaqiin Trawas – Mojokerto – Jatim.
(maaf,
buku tidak untuk diperjual belikan)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar